Sejarah Abbas bin Firnas: Penemu Muslim yang Menjadi Bapak Penerbangan Dunia

Melanjutkan pentingnya menceritakan tokoh penemu muslim pada anak, sebagai orang tua sebaiknya kita tahu profil penemu muslim yang utama. Awal abad ke-9 masehi, seorang muslim bernama Abbas bin Firnas merintis ilmu kedirgantaraan. Ia menciptakan mesin terbang layang (glider).

Ia berhasil terbang selama 10 menit namun terluka cukup parah karena pendaratannya  gagal. Walau begitu, ia telah merintis teori struktur ornithopter, yakni komponen utama yang menentukan  kestabilan pesawat terbang saat mendarat.

Penemuan ornithopter oleh Abbas bin Firnas telah menginspirasi banyak ilmuwan untuk mengembangkan teknologi penerbangan modern. Tidaklah mengherankan kalau Abbas bin Firnas kita jadikan Bapak Dunia Penerbangan atas jasanya  mengembangkan teknologi penerbangan dunia.

A. Sejarah awal dunia penerbangan

Sejak zaman dahulu, berbagai bangsa sudah berangan-angan untuk bisa terbang. Ada artefak arkeologi yang menunjukkan bangsa Maya sudah menggambar sketsa manusia  yang bisa terbang sejak tahun 3000 sebelum masehi. Sementara itu ada juga artefak serupa dari tahun 3150 SM di Mesir, tahun 2500 SM di Yunani, dan tahun 2000 SM di Babilonia.

Hingga akhirnya pada abad ke-9 Masehi, seorang penemu muslim, Abbas bin Firnas, membuktikan bahwa manusia bisa terbang di angkasa atas seizin Allah dengan bantuan sayap seperti burung. Abbas bin Firnas merancang sayapnya agar bisa menyokong berat manusia.

Keimanan Abbas bin Firnas memotivasi dirinya untuk mengagumi kebesaran Allah melalui ciptaan-Nya. Abbas bin Firnas memperhatikan ciri-ciri dan anatomi burung. Kejelian dan ketekunan mengobservasi burung menginspirasinya untuk membuat mesin terbang yang memiliki struktur sayap, badan, dan ekor.

Cara burung terbang bukan hanya menjadi inspirasi Abbas bin Firnas. Bahkan industri kedirgantaraan modern pun menggunakan mekanisme burung terbang sebagai landasan risetnya. Penelitian ilmiah terhadap struktur tubuh burung dan juga kondisi lingkungan yang membuat burung bisa terbang sangat dipelajari di Barat.

Burung mengepakkan sayapnya untuk memanfaatkan dorongan ketika terbang. Perubahan posisi sudut sayap burung menciptakan gaya angkat. Sementara itu, pesawat terbang memanfaatkan daya dorong dari mesin. Perubahan sudut pada pesawat ada karena bentuk flap sehingga membuatnya bisa terangkat.

Saat mendarat, burung menyesuaikan posisi sayapnya sehingga tubuhnya mendapat tarikan. Sementara ekornya bertindak mengarahkan manuver terbang dan juga menurunkan kecepatan di udara.

Sementara itu pesawat terbang mengubah posisi flap pendaratan di sayapnya untuk meningkatkan tarikan sehingga dorongan berkurang. Ekor pesawat digunakan untuk bermanuver dan juga membuat pesawat lebih stabil.

Sayap pesawat terbang juga dirancang menyesuaikan bentuk sayap burung. Insinyur mendesain bentuk sayap pesawat terbang berdasarkan struktur sayap burung yang bisa menekuk ke  atas dan kebawah. Bentuk aerodinamis yang luar biasa dari sayap burung membuat badannya bisa terangkat saat dikepakkan untuk take off dan landing.

Pada abad ke-17, Giovanni Alfonso Borelli, seorang penemu berkebangsaan Italia, mempelajari struktur tubuh burung. Penelitiannya menjadi referensi pembuatan pesawat terbang di abad ke-20.

Inspirasi terbang dari ayat Al-Quran

Ternyata, banyak penemu muslim di Cordoba telah melakukan penelitian serupa 8 abad sebelumnya. Banyak aspek yang mereka pelajari. Diantaranya bentung sayap, struktur tubuh, dan juga berbagai jenis bulu burung. Namun, tujuan mereka bukanlah untuk menciptakan mesin terbang. Tujuan mereka adalah untuk membuka tabir rahasia ciptaan Allah swt yang disebut dalam surat Al Mulk: 19.

أَوَلَمْ يَرَوْا۟ إِلَى ٱلطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَٰٓفَّٰتٍ وَيَقْبِضْنَ ۚ مَا

يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا ٱلرَّحْمَٰنُ ۚ إِنَّهُۥ بِكُلِّ شَىْءٍۭ بَصِيرٌ

Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.

Ayat tersebut menggugah banyak orang di Cordoba untuk mengobservasi penciptaan burung. Mereka ingin menjadi orang-orang yang berakal dengan mempelajari burung dan mensyukuri kehebatan Sang Pencipta.

Orang-orang yang terdidik untuk memperhatikan alam dengan mindset Islami yang tepat akan membimbingnya menuju passion, pencarian pengetahuan, dan menemukan jauh lebih banyak lagi ilmu.

Contohnya saja, pemahaman akan anatomi burung dan cara burung bergerak akan membuka ilmu baru seperti kandungan udara, pengaruh iklim dan cuaca, dan ilmu pencampuran material menjadi komposit.

Mindset dan semangat inilah yang dimiliki Abbas bin Firnas. Baginya, memahami hukum alam melalui bersyukur atas kandungan ayat-ayat Quran dapat membawa manusia lebih dekat dengan Allah.

Memperhatikan alamlah, melalui meniru burung, yang membawanya menjalankan percobaan terbang secara ilmiah.

Ajarilah anak Anda untuk memiliki mindset seperti Abbas bin Firnas. Ajak anak untuk mengeksplorasi alam seperti Abbas bin Firnas. Ceritakan kisah Abbas bin Firnas. Insya Allah anak akan mampu menggenggam dunia dan tetap menjaga agar hanya Allah yang ada di hatinya.

B. Kisah hidup Abbas bin Firnas

Abu al-Qasim Abbas bin Firnas bin Wardus, yang dikenal dengan nama Ibnu Firnas, lahir pada abad ke-9  masehi di Ronda. Ronda adalah kota wisata di provinsi Malaga yang sangat terkenal.

Daya tarik Ronda adalah pemandangan alamnya. Ini membuat Tonda menjadi ibu kota Andalusia bagian selatan selama kepemimpinan Bani Ummayah. Ronda adalah satu-satunya kota yang dibangun di pegunungan Serenia yang dikenal dengan nama Takarona.

Setelah Islam datang ke Andalusia pada tahun 711 masehi, benteng-benteng dibangun di sekitar Ronda dan kota ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

Hijrah untuk mengejar ilmu pengetahuan

Walau Abbas bin Firnas lahir di Ronda yang menjadi pusat kegiatan ekonomi ini, ia pandah ke Cordoba untuk mengejar ilmu pengetahuan. Passion terhadap pengetahuanlah yang mendorongnya meninggalkan gemerlapnya kota besar, yang juga kampung halamannya.

Abbas bin Firnas juga mengunjungi Iraq sebelum kembali pulang. Baghdad saat itu adalah pusat ilmu pengetahuan. Dengan Darul Hikmah yang menjadi rumah bagi banyak orang terpelajar, ilmuwan, penulis, sastrawan, seniman, dan juga pengrajin.

Di Baghdadlah Abbas bin Firnas mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Ia menguasai beberapa di antaranya seperti ilmu falak dan perbintangan,  engineering,sastra, dan juga musik.

Pada masanya Abbas bin Firnas dikenal sebagai sastrawan yang hebat namun penemuan alat terbanglah yang membuatnya menjadi legenda. Alat terbang yang ia rancang adalah mesin pertama yang peradaban manusia buat untuk menerbangkan manusia.

Bakat dan ketekunannya dalam sastra membuatnya diangkat menjadi sastrawan kerajaan di Istana Imarah, Cordoba. Ia hidup di bawah 4 Amir di era Imarah, yakni Khalifah Al Hakam !, Abdurrahman II, Muhammad I, dan Al Mundzir. Sebagian besar sejarahwan berargumen Abbas bin Firnas meninggal pada 887 masehi pada kekuasaan Al Mundzir.

Perintis Dunia Penerbangan

“Abbas bin Firnas adalah manusia pertama dalam sejarah yang melakukan percobaan terbang secara ilmiah,” tulis Phillip K. Hitti, seorang sejarahwan Barat, dalam bukunya History of the Arabs: From the Earliest Times to the Present.

Dalam bahasa Latin, Abbas bin Firnas dikenal juga sebagai Armen Firman. Namun dalam buku 1001 Inventions: Muslim Heritage in Our World (National Geographic, 2006), al Hassani tidak setuju menamai Abbas bin Firnas dengan Armen Firman.

Menanggapi Al Hassani, Lienhard dalam The Engines of Enginuity, menyebutkan bahwa Armen Firman sebenarnya adalah orang yang menginspirasi Abbas bin Firnas untuk terbang. Namun belum ada sumber otentik yang bisa memvalidasi hal ini.

Sejauh ini sumber yang menyebutkan Armen Firman dan Abbas bin Firnas sebagai orang yang sama tampak lebih akurat.

Abbas bin Firnas menciptakan alat terbang pada tahun 875 masehi. Alat terbang ini berupa sayap yang terbuat dari sutra dan bulu elang. Kita sebut saja alat ini ornithophter. Ia merancang ornithophter agar bisa terbang dengan meluncur dari tempat tinggi lalu mengepakkan sayap dengan tangannya.

Abbas bin Firnas sangat tekun dalam mengembangkan ornithophter. Ia berkali-kali gagal namun berusaha untk mencoba lagi. Tiap kali gagal, ia gambar ulang desain ornithophter.

Hingga akhirnya pada usia 65 tahun, ia menguji ornithophternya di Jabal al-Arus, Rusafa. Banyak orang datang untuk melihat Abbas bin Firnas terbang. Dataran tinggi Jabal al Arus membuatnya bisa terbang di angkasa selama lebih dari 10 menit.

Sayangnya pendaratannya kurang mulus. Abbas bin Firnas mengalami cedera punggung yang cukup parah. Salah satu tulang belakangnya patah.

Kecelakaan ini membuatnya tidak  bisa melakukan percobaan berikutnya. Dua belas tahun kemudian Abbas bin Firnas meninggal pada usia 77 tahun. Sementara ada sumber lain yang mengatakan usia wafatnya adalah 80 tahun.

C. Perkembangan Teknologi Penerbangan Sepeninggal Abbas bin Firnas

Pengembangan teknologi ornithopter

Setelah kecelakaan penerbangannya, Abbas bin Firnas menyadari kalau bentuk ekor sangat penting untuk pendaratan. Ini sesuai dengan cara burung menggunakan ekornya untuk mengurangi kecepatan. Struktur ini kelak dinamai ornithopter oleh Leonardo da Vinci.

Teori ornithopter ini dirintis oleh Abbas bin Firnas setelah penerbangan pertamanya. Sejarah saat ini mencatat kalau teori ornithopter ditulis oleh Roger Bacon pada tahun 1260 masehi.

Bacon menulis artikel On the Marvelous Power of Art and Nature. Dalam artikel ini ada 2 cara yang bisa digunakan manusia untuk terbang. Cara pertama adalah menggunakan ornithopter.

Bacon menulis, “Ada alat untuk bisa terbang, yang tak pernah saya lihat, saya pun tidak tahu siapa yang pernah melihatnya. Namun saya tahu benar nama orang terpelajar yang telah menciptakan alat itu.”

Bacon adalah ilmuwan Barat yang belajar di Cordoba, tempat yang sama dengan Abbas bin Firnas bereksperimen untuk terbang. Bacon menjelaskan dalam tulisannya kalau ornithopter ada berdasarkan manuskrip muslim di Spanyol yang kini  menghilang tanpa jejak.

Hilangnya bukti nyata bahwa Abbas bin Firnas merupakan perintis ilmu penerbangan membuat dunia sulit mengakuinya sebagai Bapak Kedirgantaraan Dunia. Bahkan sumbangsihnya terhadap ornithopter tidak diakui.

Padahal karya Abbas bin Firnas dan juga hasil percobaannya telah membuka jalan menuju ilmu penerbangan. Selain itu ia juga membuktikan konsep ornithopter sebagai bagian yang penting dalam kestabilan pendaratan pesawat.

Saat ini, semua pesawat terbang modern mendarat di struktur bagian belakangnya dulu. Tak adanya ekor pada glider Abbas bin Firnas membuat percobaannya berakhir dengan kecelakaan.

“There is an instrument to fly with, which I never saw, nor know any man that hath seen it, but I full well know by name the learned man who invented the same”.

Roger Bacon membahas Abbas bin Firnas

Percobaan Terbang Setelah Abbas bin Firnas

Setelah percobaan Abbas bin Firnas, ada banyak percobaan lainnya juga dilakukan oleh muslim dan non-muslim. Pada tahun 1007, seorang guru bernama al Juhari membuat sayap dari kayu dan tali.

Setelah sayapnya ia sempurnakan, al Juhari mencoba meluncur dari menara masjid Ulu di Turkistan. Menara masjid ini tingginya lebih dari 330 meter. Namun percobaan al Juhari gagal.

Setelah itu, pada abad ke-11, orang Inggris bernama Eilmer mencoba terbang dengan glider dari ketinggian 330 meter. Percobaan Eilmer ini bisa dibilang berhasil karena ia sempat melayang pada ketinggian 200 meter. Namun Eilmer tidak belajar dari kesalahan Abbas bin Firnas.

Glider Eilmer tidak memiliki ekor juga untuk mendarat. Alhasil pendaratannya gagal dan kedua kaki Eilmer patah.

Setelah kegagalan al Juhari dan Eilmer, percobaan terbang terhenti selama beberapa abad. Penelitian pesawat terbang kembali hadir pada masa Renaissance, 600 tahun setelahnya. Yakni ketika Leonardo da Vinci menggambar beberapa desain mesin terbang.

Penerbangan pada masa renaissance

Da Vinci membuat gambar-gambar ornithopter namun ia tidak pernah membuatnya jadi sebuah alat sama sekali. Sepanjang hidupnya, Da Vinci tidak pernah membuktikan bahwa manusia bisa terbang karena ia memang belum pernah mencobanya.

Pada abad ke-19,  ada percobaan terbang menggunakan sayap besar yang dirancang oleh da Vinci. Salah satunya dilakukan oleh seorang insinyur dari Jerman bernama Otto Lilienthal. Pada masanya ia termasuk penerbang yang hebat.

Lilienthal mempelajari beberapa aspek penerbangan. Misalnya gaya angkat dari permukaan tanah dan juga berbagai jenis bentuk sayap yang menghasilkan perbedaan tekanan yang penting untuk kestabilan penerbangan.

Sayang, saat Lilienthal mencoba terbang pada tahun 1896, angin tiba-tiba bertiup kencang. Lilienthal tidak bisa mengontrol pesawatnya sampai akhirnya jatuh di daerah bukit di Berlin. Keesokan harinya Lilienthal meninggal.

Pengembangan pesawat terbang oleh Wright Bersaudara

Pesawat tanpa mesin berhasil dikembangkan oleh Wright Bersaudara. Mereka juga yang mengembangkan pesawat bermesin yang berhasil terbang 260 meter. Wright Bersaudara juga kini dikenal sebagai orang yang pertama terbang pada tanggal 1 Desember 1903.

Sejak saat itulah, Wright Bersaudara menjadi terkenal. Bukan hanya itu, ilmu penerbangan berkembang pesat dengan adanya mesin pada pesawat terbang.

Kunci keberhasilan Wright adalah dengan mempelajari cara burung terbang. Persis yang dilakukan Abbas bin Firnas 1000 tahun sebelumnya. Wright menyadari bahwa burung menjaga kestabilan di udara dengan mengubah posisi sayapnya. Begitu pula burung berbelok dengan mengubah posisi sayap. Sebelum membuat pesawat terbang. Wright telah membuktikan teori ini.

Mulanya, Wright menggunakan glider untuk menghindari kegagalan. Mereka membuat layang-layang berbentuk pesawat terbang untuk membuktikan metodenya.

Peran besar Wright dalam perkembangan dunia penerbangan tidak bisa dipungkiri lagi. Namun percobaan terbang Abbas bin Firnaslah yang melahirkan konsep ornithopter yang menjadi landasan utama penentu kestabilan saat mendarat.

Pada tahun 1908, Wright mendemonstrasikan penerbangan di Perancis yang ditonton banyak ornag. Setahun setelahnya, dunia penerbangan terus dikembangkan oleh Henri Farman dan Louis Bleriot.

Sejarah penerbangan dan usaha manusia untuk menjelajah luar angkasa berawal dari seorang muslim, Abbas bin Firnas. Keberhasilannya untuk terbang telah menginspirasi dunia barat untuk mengembangkan ilmu penerbangan, khususnya struktur ornithopter.Berbagai keberhasilan telah tercapai melalui observasi dan analisis konsep penerbangan yang baik. Perbaikan terhadap struktur badan pesawat terbang juga terus dilakukan. Kini, penemuan yang membantu manusia untuk terbang sudah diciptakan seperti jet, roket, dan pesawat luar angkasa.

Penemuan Abbas bin Firnas memang tampak sederhana, namun terbukti telah memengaruhi teknik penerbangan modern saat ini. Kontribusinya pada penerbangan kini telah diapresiasi dengan penamaan salah satu kawah di bulan dengan nama Firnas.

Ada juga jembatan dengan nama Firnas di Sungai Guadalquivir, Cordoba.  Tidak berlebihan kalau Abbas bin Firnas disebut Bapak Penerbangan Dunia.