Komunikasi Berkualitas Agar Tetap Terjalin Kehangatan dengan Buah Hati

Anak adalah titipan Allah kepadamu dan pasangan yang terindah. Kamu tak hanya berkewajiban memberikan banyak materi sehingga buah hati bertambah tinggi dan besar.

Lebih dari itu, kamu juga berkewajiban untuk mendampingi perkembangannya. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Padahal bunda tidak dapat selama 24 jam selalu mengawasi lingkungan aktivitas buah hati.

Betapa sering kita melihat berita kasus bullying anak-anak sekolahan. Jangan sampai anak bunda mengalami kasus bullying.

Seperti kasus pelajar SMA beberapa waktu lalu ada sampai diculik dan terjadi perbuatan asusila hanya karena menggunakan tato Hello Kitty.

Banyak juga kasus dimana buah hati terlihat manis dan baik-baik saja di rumah. Namun di luar sana ternyata dia sudah terjebak dalam kehidupan dunia bebas yang mengerikan.

Oleh karena itu bunda harus terus berkomunikasi dengan buah hati agar kehangatan bisa tetap terjalin. Beberapa hal perlu diperhatikan agar buah hati merasa nyaman berkomunikasi.

Ciptakan Suasana yang Menyenangkan

www.yunisari78.blogspot.com

Saat buah hati pulang sekolah terlambat, bunda jangan langsung memberondongnya dengan berbagai pertanyaan yang menyudutkannya.

Tahan dulu pertanyaan yang bergelayut di kepala bunda. Berikan kesempatan kepada buah hati untuk berganti pakaian, makan siang, dan beristirahat sejenak. Setelah ia terlihat nyaman ajaklah berbicara dengan lembut.

Sebagai contoh, “Capek ya Nak? Habis darimana tadi?” Cara ini lebih efektif dibandingkan kamu menghadangnya di depan pintu seraya membentak-bentak.

Ajukan Pertanyaan yang Membuat Komunikasi 2 Arah

1080.plus

Komunikasi yang menyenangkan adalah komunikasi 2 arah. Jangan mengajukan pertanyaan dengan jawaban singkat seperti Ya, Tidak, Sudah, dan Belum. Pertanyaan ini hanya akan mengarahkan pada komunikasi satu arah.

Jika terpaksa menggunakan pertanyaan dengan jawaban singkat, gunakan sebagai pancingan untuk komunikasi 2 arah yang menyenangkan.

Sisihkan Waktu, Jangan Hanya Sisakan Waktu

Sering dijumpai ayah dan bunda sama-sama sibuk bekerja di luar rumah. Alhasil intensitas pertemuan dengan anak sangat terbatas. Sebenarnya hal ini tidak menjadi masalah jika ayah dan bunda dapat menyiasatinya.

Meskipun secara kuantitatif waktu komunikasi sedikit, namun kondisikan komunikasi yang berkualitas.

Salah satu cara adalah sisihkan waktu khusus berkomunikasi dengan anak. Sebagai contoh sebelum tidur, ajaklah buah hati berkomunikasi seraya menyampaikan dongeng yang memiliki pesan moral.

Biarkan ia bercerita kejadian seharian di sekolah ataupun kejadian bersama teman-teman bermainnya. Meskipun yang diceritakan buah hati hanya hal remeh temeh, tetap tanggapi dengan antusias.

Bagaimanapun juga hal remeh bagi bunda adalah hal besar bagi si kecil. Jangan mengecilkan hatinya lantaran tersinggung oleh perlakuan bunda yang menggapnya tidak penting.

Variasikan Pertanyaan

www.dakwatuna.com

Pertanyaan normatif yang sering orang tua ajukan tak akan pernah jauh dengan nilai sekolah. Nilai sekolah memang penting, namun ada hal yang jauh lebih penting yaitu kondisi psikologis anaknya.

Biarkan ia menceritakan semua yang ada dihatinya. Apabila ada masalah akademis, jangan hanya menyalahkannya. Dengarkan juga apa yang menjadi kendala tersulitnya. Kemudian tawarkan jalan keluarnya

Biarkan Anak Menyampaikan Keinginannya

www.eumboen.wordpress.com

Orang tua boleh memasang ekspetasi terhadap anak. Namun sebelum memberikan ekspektasi, dengarkan dulu apa pendapatnya. Apakah ia keinginan orang tua sejalan dengan keinginan buah hati.

Sebagai contoh memutuskan kegiatan ekstrakulikuler apa yang akan buah hati ikuti. Sebisa mungkin fasilitasi keinginan anak tersebut. Jika anak menginginkannya, hal ini menandakan ia menaruh minat.

Sehingga saat berlatih meski dengan latihan keras sekalipun, anak akan tetap enjoy menjalaninya.

Anak yang bermasalah di sekolah atau di dalam pergaulannya bukanlah anak yang miskin harta. Namun anak yang miskin perhatian orang tua. Oleh karena itu jangan biarkan buah hatimu miskin perhatian.