Biografi KH. Maimun Zubair dari Masa ke Masa

Bagaikan Matahari yang selalu terbit dari timur, maka sama halnya dengan terbitnya para santri dari Serang. Pribadi yang santun, rendah hati dan jumawa telah terlahir pada hari Kamis, 28 Oktober 1928. Beliau adalah putra pertama kebanggan dari Kyai Zubair dan istrinya yang merupakan putri dari Kyai Ahmad bin Syu’aib, beliau diberi anugrah nama Maimun Zubair atau lebih dikenal dengan nama Mbah Moen saat ini.

Mbah Moen terlahir dalam keluarga terpandang yang tersohor dengan kesederhanaan, kharismatik, dan memegang teguh pendirian. Maka sudah terbiasa bagi Mbah Moen kecil dengan lingkungan yang meneladaninya dengan kasih sayang disiplin, dan kedermawanan.

Kerasnya kehidupan yang harus dilewati Mbah Moen pun bukanlah kebetulan semata, karena beliau memang merasakan sendiri bagaimana harus diasuh dengan tradisi pesantren oleh ayah dan kakeknya sendiri.

Kemansyuran dan Kecemerlangan selalu mengiringi langkah beliau menuju kedewasaannya. Pada usia yang sangat belia yaitu 17 tahun Mbah Moel sudah dapat menghafalkan kitab-kitab nadzam diantaranya Al – Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl.

Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Asy – Syafi’I, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan masih banyak lagi yang belum tersebutkan. sangat mengagumkan bukan?

Pada tahun 1945 beliau bertolak ke Kota Kediri untuk mengasah ilmunya di Pondok Lirboyo yang pada saat itu dibawah pengasuhan KH.Abdul Karim, KH.Mahrus Ali dan KH.Marzuki. Selama lima tahun, beliau terus mengasah ilmu agama di Pondok Lirboyo.

Hingga pada usia 21 tahun, tepat lima tahun menimba ilmu di Kota Kediri beliau memutuskan berhijrah ke Kota Makkah Al-Mukarromah bersama sang kakek KH.Ahmad bin Syu’aib dan memperdalam ilmu kepada Sayyid ‘Alawi bin Abbas Al-Maliki, Syaikh Al-Imam Hasan Al- Masysyath dan masih banyak lagi ulama besar yang beliau kunjungi untuk menimba ilmu.

Selang dua tahun berlalu, beliau memutuskan kembali ke Indonesia dan memulai kembali memperdalam ilmu agama kepada ulama-ulama ditanah Jawa. Setelah berpindah-pindah tempat, akhirnya pada tahun 1965 beliau mengabdikan dirinya untuk khusyuk pada ilmu keagamaan.

Pembuktiaan atas kesetiaan Mbah Moel terhadap ilmu yang telah beliau dapatkan adalah pada saat berdirinya Pondok Pesantren Al-Anwar, yang beliau dirikan disamping kediaman beliau di daerah Serang.