Sejarah Al Jazeera: Media yang Mengubah Berita Timur Tengah

Al Jazeera adalah jaringan televisi berbahasa Arab dan Inggris yang bermarkas di Doha, Qatar. Kebebasan berbicaranya diterima oleh warga negara Timur Tengah namun ditolak oleh presiden-presiden Amerika Serikat.

Sebagai perantara informasi yang menghubungkan dunia Islam dengan Barat, Al Jazeera mungkin adalah organisasi penyiaran paling berpengaruh dan paling disalahmengerti di dunia.

Tonggak Sejarah Al Jazeera

1996: Al Jazeera dibentuk.

1999: Pemerintah Aljazair mencoba untuk mengacaukan siaran Al Jazeera yang mengudarakan pandangan para pembangkang.

2001: Al Jazeera menyiarkan videotape berisi Osama bin Laden berusaha membenarkan serangan teror 9/11.

2001: Kantor Al Jazeera di Kabul dihancurkan oleh peluru kendali AS.

2002: Bahrain menuduh Al Jazeera bersikap pro-Israel dan melarang melakukan reportase di perbatasan Bahrain.

2003: Kantor Al Jazeera di Baghdad dihancurkan oleh peluru kendali AS.

2006: Al Jazeera meluncurkan saluran berbahasa Inggris.

2007: Al Jazeera mencapai kesepakatan distribusi internet dengan YouTube.

2013: Al Jazeera ditutup oleh pemerintah Mesir karena dianggap terlalu “bersimpati” kepada Mohamed Morsi dan Ikhwanul Muslimin.

Konsep mengenai kehidupan publik dan privat berbeda secara n radikal dengan Barat. Di Timur Tengah, pentingnya “wajah” dan martabat adalah fundamental, baik dalam masyarakat suku maupun perkotaan. Sikap mengganggu dan kekurangajaran adalah sama tabunya dalam jurnalisme siaran maupun dalam masyarakat.

Pada saat yang bersamaan, politik menjadi topik konsumsi percakapan di kedai-kedai teh dan rumah-rumah pribadi di kawasan ini. Media di Timur Tengah, dalam bentuk pers, radio, dan televisi terestrial, secara tradisional berada di bawah pengendalian yang ketat oleh para penguasa otokratis, mulai dair Presiden Nasser dari Mesir hingga Saddam Husein dari Irak, dari Kolonel Khadafi dari Libya sampai Ayatullah Iran.

Berlawanan dengan peristiwa yang disebarluaskan oleh media resmi adalah versi tak resmi yang disebarkan dalam souk—bazar—sebagia saluran informasi yang potensial dan cepat, seperti banyak saluran TV Barat.

Konsep Barat mengenai “kebebasan pers” terasa asing di banyak wilayah Timur Tengah. Namun di dalam istilah-istilah rujukannya sendiri, media di Timur Tengah mencerminkan kecanggihan dan kompleksitas bahasa dan istilah rujukan yang digunakan oleh masyarakatnya.

Isu-isu kuncinya antara lain hubungan islam dengan negara, identitas bangsa-bangsa individual versus ummat alias bangsa Muslim, liberalisme versus konservatisme, penindasan perempuan versus emansipasi, republikanisme versus monarki, modernisasi versus hilangnya warisan dan identitas, serta sikap publik dan privat terhadap negara Israel.

Sejarah media di banyak bagian Timur Tengah dan Afrika Utara, dari Aljazair hingga Iran, adalah sejarah penindasan, sensor, penutupan, pengasingan, penganiayaan, dan pembunuhan.

Revolusi Informasi

Segala penggunaan, cacian, dan tabu mulai tebruka pada pertengahan 1990-an dengan datangnya TV satelit dan internet. Kedua media ini tidak mudah dimanipulasi dan ditekan.

Raja Maroko tidak lagi imun terhadap kritik dari para modernis di situs dan blog. Kelompok fundamentalis Jihad  Islam diicontohkan dengan Osama bin Laden dan Al Qaeda memainkan agenda teror terhadap modernitas melalui saluran yang sama. ini memerdekakan dan membebaskan informasi media  yang terkadang bisa menggulingkan pemerintah.

Qatar adalah sebuah emirat konservatif yang berbatasan dengan Arab Saudi. Pendapatannya dari minyak dan gas alam telah menjadikan negara ini yang terkaya ke-11 per kapita di dunia. Pada 1995, emir Qatar Sheih Hamad bin Khalifa Al Thani mengambil alih kekuasaan dari ayahnya dalam kudeta tak-berdarah selagi ayahnya berada di Swiss.

Perubahan yang bersifat evolusioner, bukan revolusioner, berlangsung kemudian. Perempuan diberi hak suara dan konstitusi baru ditetapkan. Sangat tak biasa, emir baru ini menghibahkan $150 juta untuk merintis sebuah stasiun televisi.

Ketika BBC World Service stasiun Arab ditutup oleh penguasa Arab Saudi setelah stasiun ini menolak untuk melakukan sensor, banyak staf yang bergabung dengna stasiun baru di perbatasan dengan Qatar. Stasiun ini diberi nama Al Jazeera yang artinya pulau.

Al Jazeera dimodelkan seperti CNN dan BBC World. Stasiun berita ini memperkenalkan kebebasan berbicara yang sebelumnya tidak dikenal oleh pemirsa Timur Tengah. Agendanya adalah peristiwa signifikan dalam sejarah kawasan ini.

Dahulu, pemerintah mengontrol aliran informasi. Pemaksaan pendapat sampai tahap represif menekankan penting adanya stasiun ini.

Pada 1999, pemerintah Aljazair memutus pasokan listrik ke bagian-bagian ibukota dan beberapa kota selama debat yang disiarkan Aljazair berlangsung. Tindakan ini berakibat kaum pembangkang (yang Al Jazeera coba fasilitasi suaranya) harus berhadapan dengan serangkaian kekejaman Aljazair.

Stasiun televisi ini juga merebut pujian luas di sepanjang tahun 2000 dan 2001 atas liputannya mengenai konflik di Lebanon.

9/11 dan Setelahnya

Di luar Timur Tengah, dampak ini sangat tidak diperhatikan hingga terjadi serangan teror 11 September 2001. Pemerintha Amerika Serikat seblumnya memuji stasiun televisi itu atas independensinya. Namun sikap ini berubah ketika Al Jazeera menyiarkan (tanpa komentar) rekaman video yang di dalamnya Osama bin Laden dan Sulaiman Abu Ghaith berusaha membenarkan serangan teror Al-Qaeda.

Stasiun ini dituduh oleh pemerintah Amerika Serikat bertindak sebagai alat propaganda atas nama teroris. Stasiun ini menjawab tuduhan sepihak itu dengan enyediakan informasi yang berkaitan dengan peristiwa politik paling signifikan abad ke-21.

Jaringan televisi Barat kemudian juga menyiarkan sebagian isi rekaman video tersebut. Namun, Al Jazeera tampaknya telah menjadi sasaran pemerintahan Bush dan militer Amerika Serikat.

Pada akhir 2001, tak lama setelah stasiun ini menyingkapkan tempat keberadaan kantornya di Kabul, kantor ini dihancurkan oleh peluru kendali Amerika sewaktu berlangsung penyerbuan ke Afghanistan.

Paradoksnya, pada 2002 pemerintah Bahrain, negara yang bertetangga dengan Qatar, melarang Al Jazeera melaporkan dari dalam negerinya dengan alasan laporan itu “bias” dan berpihak kepada Israel.

Perang Irak

Setelah penyerbuan AS ke Irak pada 2003, laporan dan transmisi gambar Al Jazeera mengenai tentara AS yang tertangkap telah memprovokasi Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld. Menteri Pertahanan AS itu menggambarkan liputan jaringan televisi ini sebagai “jahat, tak akurat, dan tak terampuni.”

Padahal Rumsfeld sendiri telah menyaksikan wawancaranya sendiri dilaporkan secara akurat dan adil oleh Al Jazeera pada tahun 2001.

Situs Al Jazeera yang berbahasa Inggris, dan masih baru, tak lama kemduian diserang oleh hacker Amerika, salah seorang di antaranya kemudian dihukum.

Reporter jaringan itu kemudian dilarang “atas alasan keamanan” untuk melaporkan dari lantai bursa New York Stock Exchange dan Nasdaq. Pada April 2003, setelah Al Jazeera membuka tempat keberadaan kantornya di Baghdad kepada militer AS untuk melindungi stafnya, sebuah peluru kendali AS justru menghantam gedung tersebut, membunuh reporter Tareq Ayyoub.

Tahun berikutnya, ketika stasiun televisi ini menyiarkan video-kiriman-anonim yang memperlihatkan korban penculikan Al Qaeda, kantor Al Jazeera di Irak ditutup oleh pemerintah Irak dan pasukan AS. Video tersebut berisi korban penculikan Al Qaeda memohon-mohon atas hidup mereka dan membacakan pesan propaganda di bawah paksaan.

Berlawanan dengna mitos populer, Al Jazeera ini tidak seperti situs lainnya. Situs ini tidak pernah mempertontonkan pemenggalan kepala seorang sandera.

Melanggar Keseimbangan

Saat Al Jazeera membuka saluran berbahasa Inggris pada 2005, saluran Fox News yang dimiliki Murdoch di Amerika Serikat mengulangi pernyataan tanpa bukti mengenai “pemenggalan kepala.” Pada 2007, saluran iini membuat kesepakatan dengna YouTube dan mendapat jutaan penonton. Pada satu kesempatan saluran ini ditempatkan lebih dulu dibanding selebritis seperti sosialita Paris Hilton.

Kontribusi Al Jazeera melampaui kebebasan pers di Timur Tengah. Saluran ini mengusung berita dari seluruh dunia melalui satelit dan kabel kepada 50 juta pemirsa berbahasa Arab dan 80 juta berbahasa Inggris.

Stafnya yang multikurtural dan multirasial mencakup mantan anggota ABC, CNN, BBC, dan Marinir AS. Liputan dan laporannya mengenai Barat diupayakan seimbang, profesional, dan esensial bagi Timur Tengah sebagaimana liputan mereka atas Timur Tengah untuk Barat.