4 Hal yang Membuat Anak Laki-Laki Rindu Sosok Ayah

Masih banyak anggapan bahwa pendidikan anak itu tugas ibu, sementara ayah tidak diperlukan. Bahkan dunia psikologi pun mengabaikan pentingnya peran ayah. Hanya sedikit psikolog yang menghubungkan pengasuhan anak dengan ayah. Baru pada dekade 80-an,  penelitian tentang peran ayah mulai semakin banyak.

Kini, semakin banyak ditemukan pentingnya peran ayah. Salah satu figur sentral dunia psikologi, Sigmund Freud, mengungkapkan, “Saya tidak bisa memikirkan kebutuhan masa kecil yang lebih kuat dari kebutuhan akan perlindungan ayah.”

Pada anak laki-laki, kebutuhan ini lebih besar lagi. Anak laki-laki membutuhkan ayah untuk memunculkan kemaskulinan dalam dirinya. Robert Stoller mengungkapkan, “Maskulinitas pada lelaki itu bukanlah hal yang alami terjadi, namun maskulinitas itu perlu dilatih.”

Ayahlah yang mengajarkan anak-anak untuk menjadi seorang lelaki sejati, yang mampu berkata tegas, yang memiliki ego, yang berkeinginan kuat untuk melindungi orang di sekitarnya, dan berbagai sifat maskulin lainnya.

Anak yang tidak memiliki sosok ayah pada saat masih kecil akan merasa rindu akan sosok maskulin pada saat ia dewasa. Jika dalam masa pertumbuhannya terkena  masalah, anak tanpa sosok ayah ini rentan terombang-ambing dunia sekitarnya, tidak punya pendirian.

Anak laki-laki tanpa sosok ayah bukan berarti anak yang yatim saja. Hal-hal apa sajakah yang membuat seorang anak laki-laki merindukan  sosok ayah? Dalam buku Reparative Therapy of Male Sexuality, Joseph Nicolosi  Ph.D. mengutarakan 4 hal yang membuat anak kehilangan sosok ayah.

Baca juga:

6 Cara Sederhana Membuat Hubungan Ayah dan Anak Lebih Harmonis

5 Hal yang Terjadi Jika Ayah Absen dari Hidup Anak

4 Akibat Ayah Tidak Terlibat dalam Pendidikan Anak

  1. Hubungan yang lebih menguntungkan dengan ibu

salon.com
salon.com

Teori belajar menunjukkan bahwa imbalan (misalnya pengasuhan dan perhatian positif) berperan penting dalam proses identifikasi seorang anak. Itulah sebabnya laki-laki hanya akan mau mengidentifikasikan dirinya dengan ibunya jika sang ayah menjadi sosok yang kurang memberi perhatian pada sang anak.

Keterangan: identifikasi adalah proses psikologis di mana seseorang menerima sifat orang lain dan meniru sosok yang ia identifikasi. Dalam kasus anak laki-laki ini, identifikasi dengan ayah berarti sang anak menerima dan meniru kemaskulinan sosok laki-laki dalam diri ayahnya

  1. Kurangnya sosok ayah yang menonjol

rindu ayahKemampuan ayah untuk menunjukkan identitas maskulin pada anak laki-lakinya sangat tergantung pada 2 hal:

  • Kehadirannya yang memiliki pengaruh yang kuat di dalam rumah
  • Kehangatan, kehadiran, dan empatinya

Mungkin kata terbaik yang bisa menggambarkan 2 hal ini adalah “menonjolnya sosok ayah.” istilah bahasa Inggris dari menonjol ini adalah salience, yang berarti sesuatu yang menonjol ke luar atau ke atas dari sekelilingnya. Joseph Nicolosi mengungkapkan bahwa hal ini merupakan gambaran dari maskulinitas. Dominannya sososk ayah ditambah pengasuhan yang ayah lakukan itu sama dengan menonjolnya ayah di mata anak laki-laki.

Dominan + pengasuhan = ayah yang menonjol

Dominan mengacu pada poin ini: dalam literatur psikologi klasik, anak laki-laki mengidentifikasikan diri dengan ayahnya karena rasa takut. Anna Freud menyebutnya identifikasi dengan agresor/penyerang. Ayah “mengganggu” hubungan pengasuhan yang nyaman antara anak laki-laki dengan ibunya.

Sang anak laki-laki harus menghadapi tantangan dari ayahnya ini. Daya tarik yang ayah tawarkan adalah imbalan dari sang ayah berupa pengasuhan, rasa hormat, bahkan sampai kepemilikan materi. Semua  imbalan ini ayah berikan sesuai respon dari anak laki-lakinya.

Ayah perlu menjadi sosok orang tua yang cukup kuat dan cukup menarik untuk membuat anak laki-laki”meninggalkan” hubungan yang nyaman dan identifikasi dengan ibunya.

Sementara itu pengasuhan adalah kehangatan, penerimaan, kehadiran, kepedulian, dan rasa sayang secara fisik pada anak laki-laki. Pengasuhan dari ibu itu cenderung tanpa syarat.

Sementara itu sang ayah merupakan jembatan yang mengantarkan sang anak menuju kehidupan nyata. Oleh karena itu, secara alamiah sang ayah memberikan pengasuhan yang bersyarat. Itulah sebabnya ayah yang ikut membesarkan anak laki-laki akan membuat sang anak lebih siap menghadapi kehidupan di luar rumah, misalnya lebih supel dalam bergaul.

  1. Gagal mengajarkan kemandirian

http://madan.org.il/
http://madan.org.il/

Batita memiliki 2 tugas besar pada masa perkembangan yang sama:

  • Pembentukan identitas yang mandiri (termasuk perkembangan pendirian bahwa dirinya mampu)
  • Identifikasi gender (mengenali sosok maskulin pada anak laki-laki dan feminin pada anak perempuan)

Bagi anak laki-laki, kedua tugas ini sangat saling bergantung. Pada anak laki-laki, perasaan bahwa dirinya mampu mendorong perasaan kemaskulinan. Begitu pula kemaskulinan mendorong adanya  perasaan bahwa dirinya mampu.

Sebagian ayah menggunakan pengasuhan anaknya sebagai satu cara untuk memenuhi kebutuhan narsistis sang ayah. Ayah yang masih memiliki kebutuhan untuk narsis saat mengasuh anak akan mencintai anaknya dengan cara yang sangat mengekang dan berfokus pada sang ayah, bukan anak.

Pengasuhan ini tidak akan mencukupi jika sang ayah gagal mendorong kemandirian yang maskulin pada diri anak laki-laki. Saat cinta sang ayah digunakan untuk mengekang pertumbuhan maskulin sang anak, hasilnya adalah terhambatnya percaya diri dan perkembangan gender anak.

Kemandirian yang maskulin dapat dihalangi oleh 2 hal: perlindungan yang berlebihan dan dominasi yang berlebihan. Psikolog Friedberd (1975) mengamati bahwa: “Anak-anak yang menjadi homoseksual adalah anak-anak yang berada dalam 2 kondisi: terlalu dimanja atau dibesarkan dalam tekanan sehingga ia merasa sangat inferior.”

  1. Ketidakhadiran ayah

http://barbwire.com/
http://barbwire.com/

Banyak  penelitian menunjukkan bahwa ketidakhadiran ayah pada anak laki-laki menghasilkan sosok pria yang: terlalu bergantung pada orang lain, kurang ketegasan, dan identitas maskulin yang lemah.

Dalam penelitian terhadap 80 anak-anak pelaut Norwegia yang sangat jarang berada di rumah menunjukkan: anak laki-laki menjadi sangat kekanak-kanakan, sulit bergaul dengan teman sebaya, dan menjadi sangat haus akan sosok ayah.

Ketidakhadiran sosok ayah terkadang dihubungkan dengan rentan menjadi homoseksual, padahal tidak seperti itu. Yang anak butuhkan adalah penerimaan dari seseorang yang maskulin.

Ada bukti yang jelas bahwa anak laki-laki tanpa ayah mampu menyukai lawan jenisnya jika ia tidak mengalami penolakan emosional dari sosok lelaki di dekatnya. Anak tanpa ayah cenderung tidak bisa melindungi dirinya dari penolakan. Oleh karena itu, anak tanpa ayah memerlukan sosok maskulin pengganti yang bisa dipercaya dan mau memahami kondisi sang anak.

Penyebab utama homosekusual bukanlah ketidakhadiran sang ayah. Penyebab utamanya adalah sikap defensif anak lelaki terhadap penolakan laki-laki di sekitarnya. Selama sang laki-laki tetap terbuka terhadap pengaruh maskulin, anak ini akan tetap menemukan sosok ayah yang dapat memenuhi kebutuhannya.

Setiap laki-laki membutuhkan kebutuhan yang sehat akan keintiman dengan laki-laki lainnya. Keinginan ini muncul di awal masa kecil dan dipenuhi pertama kalinya oleh ayahnya. Setelah ayah, anak laki-laki membutuhkan teman laki-laki. Moberly (1983) menyebutkan bahwa saat keinginan ini dihambat, ketertarikan homoseksual timbul sebagai usaha dalam diri sang anak untuk memperbaiki kekurangan yang ada di hidupnya.

Dalam keluarga, para ayah perlu menghindari keempat hal ini. Sebagai kepala keluarga, ayah perlu mendidik anak laki-lakinya agar tumbuh menjadi lelaki sejati. Jadilah ayah yang maskulin, yang berperan banyak dalam keluarga sekaligus aktif dalam pengasuhan anak laki-lakinya.