Proses Belajar yang Sesuai dengan Cara Kerja Otak

Secara alamiah manusia sangat suka sekali belajar. Namun mengapa ada banyak anak yang benci belajar di sekolah? Penyebabnya ada pada caranya. Jika proses belajar bertentangan dengan cara kerja otak, akibatnya proses belajar menjadi terhambat. Anak sudah berusaha keras untuk belajar, namun ia tidak merasakan hasilnya. Akibatnya anak terlihat seperti “malas belajar.”

Untuk mencegah hal ini, proses belajar perlu dirancang agar sesuai dengan cara kerja otak. Dalam buku Pendidikan yang Patut dan Menyenangkan, Ratna Megawangi memaparkan proses belajar yang ramah otak itu seperti apa.

Prinsip proses belajar yang sesuai dengan cara kerja otak

otak kiri otak kanan

  • Otak memproses beberapa aktivitas dalam waktu yang bersamaan. Misalnya saat makan, otaknya memproses kegiatan mulut untuk mengunyah, lidah untuk merasakan, dan hidung untuk mencium bau makanan.
  • Otak memproses informasi secara keseluruhan dan secara bagian per bagian dalam waktu bersamaan (simultan). Misalnya saat belajar sepeda, aspek motorik, akademik, dan emosi anak terlibat secara simultan. Akibatnya anak lebih cepat menguasai daripada hanya dengan teori saja yang hanya melibatkan aspek akademik alias kognitif saja.
  • Proses belajar melibatkan seluruh aspek fisiologi manusia
  • Secara alami otak selalu mencari makna dalam informasi yang diterimanya. Otak memproses lebih lanjut informasi yang bermakna dan mengabaikan informasi yang tidak bermakna
  • Faktor emosi memengaruhi proses belajar
  • Motivasi belajar akan meningkat bila diberi sesuatu yang menantang. Sebaliknya motivasi belajar jadi terhambat jika diberi ancaman
  • Manusia akan lebih mudah mengerti dengan diberikan fakta secara alami, atau ingatan spasial (diberi bentuk atau gambar)

Berdasarkan prinsip di atas, Ratna Megawangi menyusun proses belajar yang sesuai dengna cara kerja otak, yakni:

  • Menciptakan lingkungan belajar yang dapat membuat anak merasa asyik dalam pengalaman belajar, yakni dengan melibatkan seluruh aspek fisiologi anak. misalnya dalam belajar matematika, anak tidak tertarik dengan belajar sambil duduk mengerjakan soal penambahan dan pengurangan. Namun dengan permainan congklak yang intinya juga belajar penambahan dan pengurangan, anak merasa lebih asyik belajar. Selain itu, dengan bermain seluruh aspek fisik, emosi, sosial, dan juga kognitif terlibat secara bersamaan
  • Menciptakan kurikulum yang dapat menumbuhkan minat anak dan kontekstual, sehingga anak menangkap makna dari apa yang dipelajarinya
  • Menciptakan suasana belajar yang bebas tekanan dan ancaman tetapi tetap menantang bagi anak untuk mencari tahu lebih banyak
  • Berikan mata pelajaran dengan melibatkan pengalaman konkret, terutama dalam pemecahan masalah. Proses belajar paling efektif itu bukan dengan ceramah, tetapi dengan diberikan pengalaman nyata

Proses belajar didukung oleh sistem limbik otak

http://bookofthrees.com/
http://bookofthrees.com/

Suasana emosi sangat menentukan hasil belajar anak. Di dalam kepala kita, ada bagian otak yang sangat berperan dalam memengaruhi emosi, yakni sistem limbik. Sistem limbik ini sering disemut otak emosi (emotional brain).

Paul McLean telah bertahun-tahun meneliti otak manusia. Ia membagi otak menjadi 3 bagian yang memiliki fungsi berbeda. Proses belajar anak sangat tergantung pada bagian otak mana yang memegang kendali.

  1. Brain stem (batang otak)

Bagian ini disebut juga otak yang menyerang atau menyelamatkan diri alias fight or flight. Selain itu otak ini juga disebut pikiran yang bereaksi (reactionary mind). Pengaruh otak bagian iini akan dominan saat seseorang berada dalam keadaan takut, marah, sedih, dan terancam.

Di bawah pengaruh batang otak, seseorang akan mempertahankan diri dengan berdebat, melawan, atau menutup diri. Dalam keadaan ini, anak tidak dapat belajar efektif.

  1. Cerebral cortex (otak intelektual)

Otak bagian ini sering disebut sebagai otak untuk berpikir, berbahasa, merencanakan, menganalisis, dan mengasah kreativitas. Hampir semua mata pelajaran di sekolah seperti matematika, bahasa, IPA, dan sebagainya melibatkan otak ini.

  1. Sistem limbik (otak emosi)

Sistem limbic dikenal sebagai otak emosi atau tempat rasa cinta (seat of love). Seluruh persepsi akan masuk terlebih dahulu ke dalam sistem limbic. Jika persepsi yang masuk berupa ancaman, ketakutan, kesedihan, batang otak akan berperan sehingga anak berada dalam kondisi bertahan atau menyelamatkan diri.

Suasana di kelas yang kaku akan menurunkan fungsi otak ke batang otak. Akibatnya anak tidak bisa berpikir efektif. Sedangkan kondisi yang menyenangkan, aman, dan nyaman akan mengaktifkan bagian prefrontal cortex (baca: 5 Cara Mencerdaskan Otak Prefrontal Cortex Anak) sehingga dapat mengoptimalkan proses belajar dan meningkatkan kepercayaan diri anak.

Ratna Megawangi juga memaparkan beberapa prinsip sistem limbik yang perlu diketahui oleh orang tua dan guru.

  • Sistem limbik sangat berpengaruh dalam proses belajar manusia. Sistem ini mengontrol kemampuan daya ingat, kemampuan belajar, dan merespon segala informasi yang diterima oleh panca indera manusia
  • Sistem ini mengontrol setiap informasi yang masuk dan hanya memilih informasi yang berharga. Informasi yang berharga akan disimpan sedangkan yang tidak berharga akan dilupakan. Karena itulah sistem limbik otak sangat menentukan terbentuknya daya ingat jangka panjang
  • Otak tidak memberikan perhatian pada segala informasi yang tidak menarik, membosankan, dan tidak menimbulkan emosi
  • Aspel fisiologi, emosi, dan daya ingat memiliki dampak penting terhadap proses belajar, yaitu suasana belajar yang menyenangkan, melibatkan seluruh aspek sensori manusia (kelima indera), relevan, kontekstual, dan yang terpenting, proses belajar harus memberi rasa kebahagiaan
  • Suasana belajar menyenangkan dapat memberikan pengalaman emosi positif sehingga dapat memaksimalkan perhatian dan daya ingat anak
  • Faktor emosi sangat berperan dalam proses berpikir, pemecahan masalah, dan kesuksesan hidup. Orang yang memiliki emosi positif, seperti percaya diri, menghargai kemampuannya, berpikir positif, dan berani menghadapi tantangan akan lebih sukses daripada mereka yang beremosi negative.

Insentif belajar untuk anak

Otak membutuhkan insentif untuk belajar secara optimal. Ratna Megawangi memberikan 6 insentif yang perlu diberikan dalam proses belajar:

  • Proses belajar harus menyenangkan
  • Mmeberi pengalaman yang bermakna dan relevan
  • Melibatkan aspek multi-sensori manusia (dapat dilihat, dirasakan, didengar, dipegang)
  • Memberi pengalaman yang unik dan menantang
  • Melibatkan peran aktif fisik
  • Memberi hubungan pendidik-anak yang menyenangkan dan dapat dipercaya