Perang Mu’tah: Latar Belakang Sejarah, Lokasi, dan Para Syuhadanya

Perang Mu’tah – Perang Mu’tah merupakan pertempuran sengit yang terjadi antara pasukan Muslim yang dikirim Nabi Muhammad saw. dan tentara Kekaisaran Romawi Timur (Bashra). Perang ini terjadi di tahun 629 Masehi atau 5 Jumadil Awal tahun 8 Hijriah, bertempat di sebuah kampung bernama Mu’tah di bagian sebelah timur Sungai Yordan dan Karak.

Latar Belakang Terjadinya Perang Mu’tah

Lokasi Perang Mu'tah
mgr1991.blogspot.com

Selepas Perjanjian Hudaibiyah disetujui, Rasulullah saw kemudian mengirimkan beberapa surat-surat yang berisikan ajakan dakwah sekaligus berdiplomasi kepada para pembesar atau penguasa negeri yang berbatasan langsung dengan Jazirah Arab, salah satunya termasuk Heraklius.

Tahun 7 Hijriah atau tahun 628 Masehi, Rasulullah saw mengutus sahabatnya yang bernama Harits bin ‘Umair untuk pergi kepada Gubernur Syam (Irak) yang baru diangkat oleh Kekaisaran Romawi saat itu, yakni Hanits bin Abi Syamr al-Ghassani dengan membawa sebuah surat berisi ajakan dakwah Islam.

Dalam perjalanannya, di sekitar sebuah tempat bernama Mu’tah, Harits bin ‘Umair dicegat dan kemudian dibunuh oleh penguasa daerah tersebut yang bernama Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani. Ia merupakan pemimpin suku Ghassaniyah yang menguasai wilayah Palestina dan sekitarnya ketika itu.

Masih di tahun yang sama, utusan Rasulullah saw yang pergi ke Banu Sulayman dan Dhat al Talh juga dibunuh di wilayah sekitar Syam (Irak) oleh penguasa daerah tersebut. Sebelumnya, tak pernah ada utusan Rasulullah saw yang dibunuh dalam misi dakwahnya.

Gambaran Perang Mu’tah

Kondisi Perang Mu'tah
plus.google.com

Sebelum pasukan Muslimin pergi menegakkan kalimat tauhid, Rasulullah saw menunjuk tiga orang sahabatnya untuk kemudian mengemban amanah untuk menjadi komandan. Jika komandan sebelumnya syahid dalam tugas di medan perang maka komandan yang lain akan menggantikan komandan tersebut. Keputusan ini tak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw sebelumnya.

Lalu, ketiga sahabat mulia yang terpilihnya tersebut ialah Ja’far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah (dari kaum Muhajirin) dan Abdullah bin Rawahah (dari kaum Anshar).

Secara singkat, pergilah pasukan Muslimin yang berjumlah kurang lebih 300 orang tersebut untuk berperang. Ketika berada di sebuah tempat bernama Ma’an, terhembus kabar bahwa Heraklius telah menyiapkan pasukan yang berjumlah 100.000 orang.

Begitu pula dengan kaum Nasrani dan beberapa suku Arab dengan jumlah pasukan yang kurang lebih sama jumlahnya. Akibat dari kabar tersebut, salah satu sahabat kemudian memberikan usul untuk meminta bantuan pasukan kepada Rasulullah saw.

Ketika itu, Abdullah bin Rawanah ra. lantas melecut semangat juang para sahabat yang lain dengan berkata: “Demi Allah, sesungguhnya perkara yang kalian tidak sukai ini ialah perkara yang kamu keluar pergi untuk mencarinya, yakni syahadah (gugur di jalan Allah swt). Kita tak berjuang karena jumlah pasukan atau kekuatan. Kita berjuang untuk agama yang Allah Azza wa Jalla telah muliakan kita dengannya. Bergeraklah! Hanya ada salah datu dari dua kebaikan: menang atau syahid di medan perang.” Para sahabat kemudian menanggapi hal tersebut dengan berkata, “Demi Allah, Ibnu Rawanah berkata benar.”

Zaid bin Haritsah ra. yang merupakan komandan pertama yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah saw. membawa pasukan Muslimin ke wilayah Mu’tah. Dua pasukan berseteru dengan sangat sengit. Sang komandan pertama menebas anak-anak panah pasukan musuh dengan gagahnya hingga kemudian ia syahid di jalan Allah.

Bendera kemudian beralih kepada sepupu Rasulullah saw., yakni Ja’far bin Abi Thalib ra. Komandan tersebut berperang hingga putus tangan kanannya yang kemudian ia pegang bendera dengan menggunakan tangan kirinya. Namun, pada akhirnya tangan kirinya pun juga putus.

Akan tetapi, dalam kondisi tersebut ia tetap bersikeras mempertahankan bendera dengan cara memeluknya hingga ia syahid oleh senjata musuh. Menurut seorang saksi mata, terdapat kurang lebih 90 luka pada tubuh sahabat Ja’far bin Abi Thalib baik dari luka panah ataupun pedang berdasarkan keterangan dari Ibnu ‘Umar ra.

Terakhir, giliran ‘Abdullah bin Rawanah ra. yang datang. Namun tak lama setelah ia menerjang musuh dengan beraninya, ia pun ikut syahid di medan pertempuran.

Komandan Perang Mu'tah
sejarahkejayaan.blogspot.com

Tsabit bin Arqam ra. mengambil bendera dari tangan komandan terakhir tersebut dan berteriak memanggil para sahabat Nabi saw. yang lain untuk menentukan siapa pemimpan pasukan Muslimin selanjutnya. Pilihan jatuh kepada Khalid bin Walid ra., yang berkat dari taufik dari Allah Azza wa Jalla pasukan Muslimin berhasil memukul mundur Romawi hingga mengalami kerugian yang sangat banyak.

Syuhada Perang Mu’tah

Syuhada Perang Mu'tah
mselim3.blogspot.co.id

Jika dinalar, peperangan antara kaum Muslimin yang berjumlah 3000 orang dan kaum kuffar dari aliansi kaum Nasrani Romawi dan Nasrani Arab yang berjumlah 200.000 orang tersebut, dipastikan kekalahan akan dialami oleh pasukan kaum Muslimin. Namun, faktanya kemenangan justru berada di pihak pasukan Muslimin.

Para ulama sejarah berbeda pendapat mengenai jumlah para sahabat yang gugur dalam perang Mu’tah. Beberapa dari mereka seperti Imam Ibnu Ishaq (imam dalam ilmu sejarah Islam) menyatakan bahwa syuhada perang Mu’tah hanya 8 orang sahabat saja.

Mereka empat orang dari kaum Muhajirin yaitu: Ja’far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah al-Kalbi, Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh, Mas’ud bin al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah al-‘Adawi dan empat orang dari kaum Anshar yaitu: ‘Abdullah bin Rawahah, Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, Suraqah bin ‘Amr bin Athiyyah bin Khansa al-Mazini, dan ‘Abbad bin Qais al-Khozarjayyan.