7 Penelitian Psikologi Paling Terkenal, Kini Dilarang Karena Terlalu Kontroversial dan Tidak Etis

Mengapa orang-orang melakukan sesuatu? Mengapa orang sering berperilaku berbeda saat berada di dalam kelompok? Seberapa besarkah pengaruh orang lain terhadap  perilaku kita?

Selama bertahun-tahun, para psikolog mencoba mengeksplorasi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini. Hasil dari penelitian mereka masih tetap relevan sampai saat ini. 8 penelitian ini merupakan riset yang paling terkenal dalam dunia psikologi.

Namun beberapa penelitian terlalu kontroversial, tidak manusiawi, tidak etis, bahkan sampai kejam. Setidaknya 5 penelitian di daftar ini sudah tidak boleh dilakukan lagi karena melanggar kode etik profesi.

 

Eksperimen Konformitas Asch

Eksperimen Konformitas Solomon Asch
Apa yang kamu lakukan saat kamu tahu kalau kamu benar, tapi semua orang tidak setuju denganmu? Apakah kamu akan menyerah karena tekanan sosial?
Dalam penelitian terkenal yang dilakukan sepanjang tahun 1950-an, psikolog Solomon Asch mendemonstrasikan bahwa orang-orang akan memberikan jawaban yang salah agar bisa sesuai dengan kelompoknya.

Dalam eksperimen konformitas Asch, partisipan diperlihatkan sebuah garis (di sebelah kiri) lalu diminta untuk mencocokkan panjang garis tersebut dengan salah satu dari 3 garis yang ada di sebelah kanan. Asch juga menempatkan orang-orang dalam kelompok percobaan yang akan sengaja memilih garis yang salah.

Hasilnya menunjukkan bahwa saat semua orang selain dirinya memilih garis yang salah, partisipan cenderung berkompromi dan menyamakan jawabannya dengan semua orang. Padahal dia tahu kalau jawabannya itu salah.
[youtube https://www.youtube.com/watch?v=qA-gbpt7Ts8]

Mengapa eksperimen konformitas Asch sangat terkenal hari ini? Kita seringkali merasa percaya diri mampu melawan tekanan sosial, terutama saat kita tahu kalau orang-orang di sekitar kita salah. Namun hasil penelitian Asch menunjukkan bahwa ternyata orang-orang rentan menyesuaikan diri.

Percobaan Asch menunjukkan besarnya pengaruh menyamakan diri dengan orang lain. Selain itu, Asch juga menginspirasi penelitian lebih lanjut tentang bagaimana orang-orang akan patuh, termasuk eksperimen kepatuhan Milgram yang terkenal.

Eksperimen Kepatuhan Milgram

http://blog.eternalvigilance.me/
http://blog.eternalvigilance.me/

Kalau ada yang memintamu untuk memberikan sengatan listrik yang bisa membunuh orang laiin, akankah kamu melakukannya?

Kebanyakan orang akan menjawab tidak mau. Tapi eksperimen kepatuhan Milgram yang kontroversial ini menunjukkan sebaliknya.

Setelah pengadilan Adolph Eichmann (tentara Jerman yang mendesain Holocaust) atas kejahatan perang saat Perang Dunia Kedua, psikolog Stanley Milgram ingin memahami mengapa orang-orang patuh.

“Apakah Eichmann dan jutaan kaki tangannya dalam Holocaust hanya mengikuti perintah?  Bisakah kita menyebut mereka semua bekerja sama?” tanya Milgram keherannan.

Ia pun melakukan serangkaian eksperimen untuk mengeksplorasi kepatuhan manusia. Milgram mengambil hipotesis orang-orang akan melakukan hal-hal yang berbahaya, bahkan tak bermoral, untuk mematuhi figur yang berwenang.

Dalam percobaannya, partisipan diperintah untuk memberi sengatan listrik ke orang lain. Orang tersebut sebenarnya aktor yang berpura-pura, namun partisipan benar-benar percaya kalau orang tersebut memang merasa kesakitan saat disetrum.

Arus listrik yang diberikan mulainya 30 volts dan terus meningkat tiap 15 volt sampai maksimal 450 volt. Tombol-tombol pada alat penyengat listrik diberi label “setruman ringan,” “setruman menengah,” dan “bahaya: setruman parah.” Setruman terbesar dilabeli dengan tulisan “XXX.”

Pasti tak akan ada yang mau menyetrum sampai 450 volt bukan? Salah.

65% partisipan bersedia memberikan setruman tingkat maksimum. Bahkan saat orang yang berpura-pura disetrum sudah memohon-mohon untuk dilepaskan, termasuk mengeluhkan sakit jantung yang ia derita. Hanya karena adanya perintah dari para peneliti.

Mengapa penelitian Milgram menjadi sangat menghebohkan sekarang ini? Tak seorang pun yang mau percaya kalau dirinya mampu menyakiti atau menyiksa orang lain hanya karena perintah dari orang yang berwenang. Para partisipan ini menurut saja karena menganggap, “Saya hanya mengikuti perintah. Peneliti itu yang bertanggung jawab.”

Hasil dari eksperimen kepatuhan ini mengguncang nalar karena menunjukkan bahwa kita lebih patuh daripada yang kita yakini. Penelitian ini juga kontroversial karena menyebabkan masalah etis, terutama menyebabkan tekanan psikologis pada partisipan.

Eksperimen Boneka Bobo

flowvella.com
flowvella.com

Apakah menonton film kekerasan di televisi membuat anak-anak berperilaku lebih agresif?

Dalam serangkaian eksperimen yang dilakukan pada awal 1960-an, psikolog Albert Bandura mencari tahu dampak dari melihat tindakan kekerasan pada perilaku anak-anak.

Dalam eksperimen boneka Bobo yang ia rancang, anak-anak diminta menonton video orang dewasa berinteraksi dengan boneka Bobo.

Dalam satu kondisi, orang dewasa mencontohkan perilaku pasif terhadap boneka. Namun pada kondisi lainnya, orang dewasa ini menendang, meninju, dan berteriak pada boneka.

Hasilnya menunjukkan bahwa anak-anak yang menonton video  orang dewasa berperilaku kasar terhadap boneka cenderung meniru perilaku agresif tersebut setelahnya.

Mengapa eksperimen boneka Bobo masih terkenal sampai sekarang? Perdebatan tentang tingkat kekerasan yang boleh disiarkan di televisi masih berlangsung sampai saat ini, terutama mengenai pengaruhnya terhadap anak-anak.

Itulah yang membuat temuan Bandura masih sangat relevan. Penelitian ini menginspirasi ratusan studi lanjutan yang mengeksplorasi dampak dari melihat kekerasan.

Eksperimen Penjara Stanford

Penelitian Psikologi
Pada awal 1970-an, Philip Zimbardo membuat penjara palsu di ruang bawah tanah departemen psikologi Stanford. Ia merekrut partisipan untuk memerankan narapidana dan sipir penjara. Dia sendiri berperan sebagai kepala penjara.

Eksperimennya didesain untuk melihat efek dari lingkungan penjara terhadap perilaku. Penelitian ini segera menjadi salah satu eksperimen paling terkenal dan kontroversial sepanjang sejarah.

Eksperimen penjara Stanford mulanya direncanakan untuk dilakukan selama 2 minggu penuh. Namun, eksperimen ini berakhir setelah berjalan 6 hari.

Mengapa?

Partisipan menjadi seperti kerasukan dalam perannya. Sipir penjara menjadi sangat kasar dan sadis. Narapidana menjadi gugup, depresi, dan terganggu secara emosional.

Walau mulanya didesain hanya untuk mengamati perilaku di penjara, percobaan ini telah menjadi lambang tentang betapa manusia lemah di hadapan pengaruh situasi dan lingkungan.

Mengapa eksperimen penjara Stanford masih terkenal sampai saat ini? salah satu alasannya ada pada  perlakuan penelitian ini terhadap partisipan. Para partisipan ditempatkan dalam situasi yang membuat tekanan psikologis yang berat.

Tekanan psikologis ini cukup parah sampai-sapai harus dihentikan di tengah jalan. Penelitian ini telah menjadi contoh tentang bagaimana orang-orang berperilaku terhadap situasi.

Kritikan terhadap penelitian ini adalah perilaku partisipan bisa jadi dipengaruhi oleh kapasitas Zimbardo sendiri sebagai kepala penjara jadi-jadian.

Eksperimen “Lubang Keputusasaan” Harlow

http://all-that-is-interesting.com/
http://all-that-is-interesting.com/

Psikolog Harry Harlow melakukan serangkaian eksperimen pada tahun 1960-an. Penelitian ini didesain untuk mengetahui efek dari cinta dan kasih sayang terhadap perkembangan.

Harlow mengasingkan monyet-monyet rhesus kecil sehingga jauh dari ibunya dan tidak bisa berinteraksi dengan monyet-monyet lain.

Eksperimen ini sangat kejam. Hasilnya pun mengerikan.

[youtube https://www.youtube.com/watch?v=e5I6d_vq-Cc]

Bayi monyet lainnya dipisahkan dari ibu yang sebenarnya lalu ditempatkan bersama “ibu” boneka dari kawat.

Bayi monyet ini diberikan pilihan dua ibu. Ibu boneka yang pertama hanya terbuat dari kawat, namun ada makanan di dekatnya. Dalam kandang, monyet ini diberi makanan, namun tak ada kenyamanan yang diberikan.

Ibu boneka yang kedua dibuat dari kawat dan diberi baju sehingga memberikan sedikit kenyamanan pada bayi monyet, namun tak ada makanan di dekatnya.

Ternyata walau monyet-monyet ini mendekati ibu dari kawat untuk mendapat makanan, mereka lebih memilih ibu dengan pakaian untuk mendapat kenyamanan.

Beberapa eksperimen Harlow membuat monyet kecil terasingkan dalam tempat yang dia sebut “lubang keputusasaan.”

Lubang keputusasaan ini adalah kamar isolasi. Ada monyet muda dimasukkan ke dalam kamar isolasi selama 10 minggu. Ada juga monyet yang diisolasi selama setahun.

Hanya dalam beberapa hari saja, monyet muda ini meringkuk di pojok kamar, tak bergerak.

Penelitian Harlow ini membuat monyet-monyetnya terkena gangguan emosional dan sosial yang parah. Mereka tak memiliki kemampuan sosial dan tidak bisa bermain dengan monyet lainnya.

Monyet-monyet ini juga tidak mampu berhubungan seks dengan normal. Harlow pun merancang alat mengerikan lainnya, yang dia sebut rape rack alias rak pemerkosaan. Monyet diikat dalam posisi hubungan badan sambil diberi makan.

Hasilnya tak mengherankan. Monyet yang terisolasi menjadi tak mampu merawat anak-anaknya. Mereka tumbuh menjadi orang tua monyet yang mengabaikan dan menyiksa anak-anaknya.

Penelitian Harlow akhirnya dihentikan pada tahun 1985 saat American Psychological Association membuat peraturan tentang cara memperlakukan manusia dan hewan dalam penelitian.

Eksperimen Albert Kecil Watson dan Rayner

stephaniedelaosa.wordpress.com
stephaniedelaosa.wordpress.com

Tahukah kamu tentang Albert kecil? Pada tahun 1920-an, John Watson, dan asistennya Rosalie Rayner mengondisikan seorang bayi laki-laki supaya takut pada tikus putih. Misalnya dengan berteriak kencang di belakang sang bayi setiap kali bayi ini berada di dekat tikus putih.

[youtube https://www.youtube.com/watch?v=p3r3NJw2otw]

Rasa takut ini ternyata berkembang menjadi takut akan benda-benda berwarna putih, termasuk boneka dan janggut Watson sendiri.

Tentu saja eksperimen seperti ini menjadi kontroversial. Membuat bayi ketakutan secara sengaja jelas sangat tidak etis.

Bayi ini dan ibunya pindah sebelum Watson dan Rayner bisa mengondisikan ulang bayi supaya tidak takut benda putih lagi. Banyak orang bertanya-tanya apakah bayi ini tumbuh besar menjadi pria yang takut akan benda berbulu warna putih.

Beberapa peneliti menemukan bahwa Albert kecil ini sebenarnya seorang anak bernama Douglas Merritte. Para peneliti ini percaya kalau anak ini tidaklah sehat seperti yang Watson gambarkan, namun seorang anak cacat yang meninggal karena hidrosepalus pada saat usianya 6 tahun.

Kalau itu benar, penelitian Watson menjadi lebih tidak bermoral lagi.Namun bukti-bukti terkini menunjukkan bahwa Albert kecil ini sebenarnya seorang laki-laki bernama William Albert Barger.

Eksperimen Ketidakberdayaan yang Dipelajari Seligman

ehlt.flinders.edu.au
ehlt.flinders.edu.au

Selama akhir 1960-an, psikolog Martin Seligman dan Steven F. Maier menjalankan eksperimen yang mengondisikan anjing untuk mengira akan diberi kejutan listrik setelah mendengar bunyi tertentu.

Seligman dan Maier melihat adanya hasil yang tidak mereka sangka-sangka.

Anjing-anjing dimasukkan ke dalam kotak yang diberi sengatan listrik pada satu sisinya. Begitu dimasukkan, anjing-anjing ini segera melompati rintangan untuk menghindari sengatan listrik.

Berikutnya, anjing-anjing ini diikat sehingga tidak bisa lepas dari sengatan listrik. Setelah dikondisikan supaya mengira tidak bisa menghindari sengatan, anjing-anjing ini ditempatkan ulang di dalam kotak.

Namun bukannya mencoba melompati rintangan supaya bisa lepas dari sengatan listrik, anjing-anjing ini tetap diam. Mereka berbaring sambil mengeluh kesakitan.

Setelah anjing-anjing ini belajar bahwa tidak mungkin bisa melarikan diri dari sengatan listrik, mereka tidak berusaha sama sekali untuk mengubah kondisi. Para peneliti menyebut perilaku ini ketidakberdayaan yang dipelajari.

Penelitian Seligman ini kontroversial karena memperlakukan binatang secara kejam.

Kini, banyak eksperimen psikologi yang pernah diterapkan zaman dulu menjadi tidak bisa dilakukan dengan adanya kode etik penelitian. Beberapa penelitian tersebut kontroversial, namun ada pelajaran yang bisa kita ambil tentang perilaku manusia dan hewan darinya.

Yang terpenting, beberapa penelitian di atas membuat kita merumuskan aturan dan kode etik dalam melakukan penelitian psikologi.