Mengenang Tragedi Pembantaian Cina oleh Belanda

Geger pacinan atau tragedi angke yang dalam bahasa Belanda disebut Chinezenmoord (pembunuhan orang Tionghoa) merupakan pembantaian atas etnis Tionghoa yang terjadi pada tahun 1740.

Kejadian ini terjadi di kota Batavia, Hindia Belanda yang sekarang menjadi kota Jakarta. Kejadian ini berlangsung dari tanggal 9 Oktober sampai 22 Oktober 1740.

upload.wikimedia.org
upload.wikimedia.org

Pembantaian itu sendiri sebenarnya merupakan buah dari pertikaian politik persaingan dagang antara VOC Belanda dan Pedangan Tionghoa.

VOC telah kalah bersaing dengan EIC (usaha dagang milik Inggris), hal itu menimbulkan pemikiran jika VOC tidak bermanuver maka VOC akan bangkrut.

Ditambah lagi pada waktu itu etnis Tionghoa sudah mulai menguasai perdagangan di Nusantara. Hal itu tentu membuat VOC kalang kabut, karenanya VOC membuat aturan-aturan sepihak yang merugikan lawan bisnisnya.

Aturan-aturan tersebut diantaranya adalah surat ijin tinggal bagi pendatang dan pungutan liar bagi pedagang etnis Tionghoa. Hal itu bertujuan untuk menertibkan para pendatang ilegal.

Aturan tersebut diperparah oleh Gubernur Jendral Adrian Valckenier (1731-1741) yaitu Belanda akan mengenakan denda dan mempenjara para pendatang yang tidak memiliki ijin tinggal.

Semakin ketatnya aturan yang dirasa tidak adil membuat para pendatang etnis Tionghoa memberontak dan puncaknya pada oktober 7 Oktober 1740 dimana lebih dari 500 warna Tionghoa berkumpul untuk menghancurkan pos-pos VOC di Jatinegara, Tangerang dan Tanah Abang secara bersamaan.

Tentunya kejadian ini membuat VOC marah dan melakukan pembalasan. Pada tanggal 9 Oktober 1740 dibantu dengan pasukan artileri, VOC mengejar para pelaku penyerbuan. Tidak hanya itu, rumah dan toko yang sudah digeledah lalu dibakar.

Tidak berhenti sampai di situ, pada malam harinya para prajurit VOC terus melakukan penyisiran. Mereka tidak segan untuk membunuh dan memperkosa para wanita Tionghoa jika menolak untuk bekerjasama.

Pembantaian semakin sadis ketika penduduk asli ikut diprovokasi untuk melakukan pembantaian. Pada 10 Oktober 1740 Gubernur Jendral Valckenier mengeksekusi 7500 jiwa etnis Tionghoa di depan gedung Balaikota yang sekarang dikenal sebagai Museum Fatahillah.

Kejadian mengerikan pada masa lalu hendaknya dijadikan pembelajaran agar kejadian tersebut tidak terulang lagi. Tugas generasi muda seperti kitalah agar sejarah kelam seperti ini jangan sampai terjadi lagi sehingga Indonesia bisa terus terjaga kedamaiannya.