Ke Manakah Pemerintah Kita? – Foto-foto Musibah Kebakaran 2015 yang Menggugah Hati Nurani

Tahun 2015 lalu negara kita sempat dilanda dengan sebuah musibah buatan manusia yang besar – kebakaran hutan gambut dan kabut asap yang berbahaya. Disebabkan oleh para individu dan kelompok uang tidak bertanggung jawab, musibah ini menghasilkan kerugian ekonomi, lingkungan, dan bahkan nyawa. Bahkan efek dari musibah ini terasa hingga ke negara tetangga, yang membuat nama kita semakin tercemar di mata dunia.

Alih-alih segera melakukan penanggulangan, musibah ini dipenuhi oleh aksi saling salah-menyalahkan, debat, dan hal-hal sia-sia lainnya, ditambah dengan respon pemerintah yang lambat semakin memperburuk situasi. Namun, bagaimana dengan masyarakat yang hidup di sekitar musibah ini?

Bjorn Vaughn, seorang fotografer berkewarganegaraan Inggirs-Amerika yang lahir di Spanyol dan besar di Jerman yang sekarang sedang menetap di Kalimantan ini berkesempatan untuk mengabadikan momen-momen kabut asap yang berbahaya di lingkungan sekitar masyarakat Kalimantan, khusunya Palangkaraya, sebagai bagian dari rumah produksi Borneo Production Intenational.

Bara Api Bagaikan Magma yang Membara

bjorn vaugn kebakaran hutan gambut
Api yang menghanguskan hutan gambut di Kalimantan Tengah / Bjorn Vaughn, bbc.com

Kabut asap yang luar biasa besarnya, pastinya juga berasal dari kebakaran yang hebat juga. Vaugn berhasil memotret betapa ganasnya kebakaran hutan di kalimantan tengah, yang tak ubahnya seperti ladang magma di puncak gunung berapi.  “Seperti gunung api mini yang mengeluarkan magma, memakan vegetasi di atasnya..

Beginilah kebakaran gambut bekerja, dan pemadam kebakaran kewalahan memeranginya,” ujar Bjorn. Beginilah rupa sumber kabut asap yang ‘membutakan’ masyarakat di Kalimantan, dan bahkan negara-negara tetangga sekitarnya seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.

Bahaya yang Tidak Menghentikan Kegiatan Sehari-hari

man with chainsaw kalimantan tengah
seorang warga yang tengah membawa gergaji mesin untuk bekerja di tengah pekatnya kabut asap yang berbahaya / Bjorn Vaughn, bbc.com

Kabut asap yang pekat telah melanda, namun hal itu tidaklah menghentikan sebagian dari masyarakat Kalimantan Tengah untuk melakukan aktifitas sehari-harinya. Mereka tak takut, bahkan tak peduli akan bahaya apa yang akan mereka terjang nantinya di luar sana. Semua demi mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, yang juga semakin buruk pasca kebakaran ini.

“Kami menemukan orang ini melakukan pekerjaan rutinnya di pinggiran kota Palangka Raya, dekat jembatan Tumbang Nusa, lokasi yang sangat terdampak kabut asap. Satu foto yang tidak bisa dilewatkan dan dia cukup senang diambil fotonya,” kata Bjorn.

Tak sedikit pula yang sakit karena kabut asap, tapi tetap memaksakan untuk bekerja demi keluarga. “Ada banyak momen yang mempengaruhi saya. Saya bertemu dengan laki-laki yang sudah sangat sakit karena asap, tetapi tetap bekerja karena tidak ada yang mencari uang untuk keluarganya,” tambahnya.

Penderitaan Musiman yang Sudah Biasa Dirasa

bambang dan kelapa sawit kalimantan tengah
bambang, dengan tumpukan kelapa sawit di belakangnya. Foo diambil ketika indeks partiulat sudah mencapai 2.900 / Bjorn Vaugn, bbc.com

Saking seringnya musibah ini terjadi, dan bahkan menjadi ‘musiman’, membuat banyak masyarakat Kalimantan Tengah yang menganggap hal ini sudah biasa di mata mereka. Padahal, setiap kejadiannya, benar-benar membuat masyarakat benar-benar kesusahan dan menderita. Seperti yang diceritakan Bjorn yang sudah tinggal 6 tahun lamanya di Kalimantan.

“Satu malam di kamar hotel, saya bangun merasa sakit dan sesak nafas. Hari itu polusi udara mencapai 2.600 (angka 350 sudah dianggap berbahaya). Saya tidak mendapat oksigen yang cukup. Saya seperti tercekik, saya panik. Saya menyadari hal inilah yang dirasakan ribuan keluarga yang terpapar kabut asap dan tidak memiliki masker yang layak untuk melindungi mereka.”

Kegigihan masyarakat yang bertahan melawan kabut asap dengan perlindungan seadanya, seperti Bambang di gambar, membuat Bjorn keheranan. “Sebagian orang hidup dengan kabut asap tiap hari. Bagi saya, itu mimpi buruk. Saya tidak tahu bagaimana orang-orang menghadapinya.”

Tak Ada Pemerintah, Relawan pun Jadi

dewi shinta NGO kalimantan tengah
Emmanuela Dewi Shinta, salah satu relawan yang ikut terlibat dalam membantu masyarakat yang terlibat bencana / Bjorn Vaugn, bbc.com

Kurangnya penanganan yang efektif, respon pemerintah yang terbilang lambat membuat beberapa individu, kelompok dan organisasi sekitar tergerak untuk membantu masyarakat yang terkena dampak kabut asap. Dengan sukarela, mereka siap membantu tanpa mencari keuntungan apapun darinya.

Salah satunya relawan dari salah satu organisasi non-profit lokal ini, Emmanuela Dewi Shinta. Ia bersama relawan-relawan lainnya membantu dengan berbagai cara, seperti menyalurkan air, membagikan makanan, menyediakan pengobatan hingga melakukan sosialisasi bahaya akan kabut asap bagi kesehatan masyarakat.

Banyak pula para relawan yang ikut berpartisipasi dalam memadamkan kebakaran, seperti yang Bjorn ceritakan. “Ada banyak relawan yang berjuang melawan api tanpa bayaran. Juga para pemadam kebakaran yang walau kewalahan, tetap melawan api sepanjang hari dan bahkan tak punya air untuk diminum.”

Terpaksa Mengkonsumsi Racun

palangkaraya menguning
Slamet, dengan latar kabut yang menguning / Bjorn Vaughn, bbc.com

Sebagian dari masyarakat memaksakan dirinya untuk terus bekerja di tengah-tengah kabut asap yang sangat beracun. Sebagian, kehilangan pekerjaannya karena musibah ini, dan terpaksa mencari cara lain untuk menafkahi keluarganya, yang bahkan jauh lebih berbahaya.

Slamet, selama musim kabut asap yang lalu tidak bisa bekerja sebagai tukang bangunan. Karena tak ada jalan lain, ia terpaksa menjaring ikan di sungai kecil yang kotor. Padahal ia tidak tahu racun apa sajakah yang akan ia dapat dari ikan yang hidup di sungai itu.

“Dan ada Slamet, tukang bangunan yang tak mendapat kerjaan selama musim kabut asap pekat; dia menjaring ikan di selokan yang airnya kotor di Palangkaraya dan mengatakan ‘ikan yang kotor masih lebih baik dari pada tidak ada ikan sama sekali.’ Ada keluarga yang kehilangan bayinya karena penyakit terkait asap…”, ujar Bjorn.

“Saya berharap bahwa foto-foto ini membuat orang merasakan apa yang saya rasakan ketika memotretnya. Kehancuran, kesedihan, dan harapan. Saya harap sejumlah gambar ini bisa meningkatkan kesadaran dan mungkin bisa membuat orang tergerak – sama seperti foto-foto ini menggerakan saya – sehingga ini tak lagi terjadi,” pesan Bjorn kepada para pembaca.