Fatwa Kontemporer Tentang Hukum Bayi Tabung

Dunia kedokteran modern kian hari semakin canggih. Salah satu tren yang berkembang dalam dunia kedokteran saat ini adalah fenomena bayi tabung. Bayi tabung sendiri pertama kali dikenalkan ke publik oleh PC Steptoe dan RG Edwards pada tahun 1977. Teknologi ini langsung berkembang pesat karena banyak pasangan yang bahkan hingga saat ini masih kesulitan mendapatkan keturunan.

Dalam istilah kedokteran bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro (in vitro fertilisation). Maksudnya adalah sebuah teknik pembuatahan (inseminasi) di mana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita.

Fenomena yang saat ini banyak terjadi adalah inseminasi buatan, yaitu peletakan sperma ke follicle ovarian (intrafollicular), uterus (intrauterine), cervix (intracervical), atau tube fallopian (intratubal) wanita dengan menggunakan cara buatan dan bukan dengan kopulasi alami.

lalu apakah inseminasi buatan (bayi tabung) ini dibolehkan dalam islam?

Para ulama komtemporer sudah memberikan fatwa tentang bayi tabung baik di dalam rahim maupun di luar rahim. Mereka membagi dalam 5 bahasan pokok.

Pertama. Jika metodenya dengan mendatangkan pihak ketiga -maksudnya selain suami istri- baik dengan memanfaatkan sperma, sel telur atau rahimnya maka hal ini diharamkan. Pendapat pertama ini merupakan pendapat mayoritas ulama kontemporer saat ini.

Kedua. Jika metode yang dipakai adalah dengan inseminasi buatan di luar rahim antara sel telur suami istri yang sah, namun proses pembuatahannya dilakukan di dalam rahim wanita lain yang menjadi istri kedua dari suami, maka para ulama berbeda pendapat akan hal ini. Akan tetapi yang lebih tepat dalam hal ini diharamkan karena ada peran pihak ketiga yaitu istri kedua suami.

Ketiga. Jika metodenya adalah dengan inseminasi setelah suami meninggal, para ulama juga berbeda pendapat. Yang lebih tepat tetap diharamkan, karena dengan kematian suami maka ikatan pernikahan otomatis sudah berakhir.

hukum bayi tabung
www.ibudanbalita.com

Keempat. Jika inseminasi buatan dilakukan saat masih berstatus sebagai suami istri yang sah. Metode ini dibolehkan dalam beberapa syarat:

  • Inseminasi berlangsung ketika masih dalam status suami istri.
  • Dilakukan atas ridho suami istri.
  • Dilakukan karena dalam keadaan darurat agar bisa hamil.
  • Diperkirakan oleh dokter kemungkinan besar akan membuahkan hasil dengan menempuh cara ini.
  • Aurat wanita hanya boleh dibuka ketika dalam keadaan darurat saja (tidak lebih dari keadaan darurat).
  • Urutannya yang melakukan pengobatan adalah dokter wanita (muslimah) jika memungkinkan. Jika tidak, dilakukan oleh dokter wanita non-muslim. Jika tidak, dilakukan oleh dokter laki-laki muslim yang terpercaya. Jika tidak, dilakukan oleh dokter laki-laki non-muslim.

Kelima. Inseminasi buatan dilakukan untuk menghasilkan keturunan dengan jenis kelamin yang diinginkan. Dalam hal ini jika tujuannya untuk menyelamatkan penyakit keturunan maka dibolehkan. Namun jika tujuannya hanya sekadar ingin punya anak dengan jenis kelamin tertentu, maka hal ini tidak dibolehkan. Karena inseminasi seperti ini tidak termasuk dalam keadaan darurat.

 

Sumber fatwa: Ust. Muhammad Abduh Tuasikal dari kitab Al Bunuk Ath Thibbiyah Al Basyariyah wa Ahkamuhaa Al Fiqhiyyah, Dr. Ismail Ghozi Marhaban, hal. 389-455.