Biografi Pattimura : Kelahiran dan Perjuangan Melawan Penajajah Belanda

Keberhasilan Indonesia berhasil mengusir penjajah tidak lepas dari jasa para pahlawan yang berjuang jiwa dan raga serta harta. Mereka melawan penjajah tanpa ada rasa pamrih, yang dibenak mereka hanya ingin agar rakyat Indonesia bisa hidup bebas tanpa adanya penindasan.

Salah satu nama pahlawan tersebut adalah Thomas Matulessy atau yang lebih dikenal dengan Kapitan Pattimura. Kali ini satujam.com akan membahas tentang biografi Pattimura dari beliau lahir hingga akhir hayatnya.

Biografi Pattimura : Kelahiran

biografi pattimura
detik.com

Kapitan Pattimura lahir padatanggal 8 Juni 1783 di Ambon dari pasangan Frans Matulesi dengan Fransina Silahoi. Orang tuanya memberi nama Thomas Matulessy namun ada yang mengatakan nama beliau Ahmad Lussy.

Menurut buku pertama biografi Pattimura, yang ditulis oleh M. Sapija disebutkan “Bahwa pahlawan Pattimura termasuk keturunan bangsawan yang berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau merupakan anak dari Kasimilali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini merupakan putra raja Sahalau. Sahalalu sendiri nama orang di negeri yang terletak pada sebuah teluk Seram Selatan.”

Lain halnya dengan sejarawan Mansyur Suryanegara, dalam bukunya yang berjudul “Api Sejarah” Ahmad Lussy yang dalam bahasa Maluku disebut Matt Lussy lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan di Saparua seperti yang dijelaskan pada biografi sebelumnya). Beliau adalah seorang bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Abdurrahman.

Berkat jasa-jasanya, kini nama Pattimura dijadikan nama sebuah perguruan tinggi, yaitu Universitas Pattimura dan nama bandara yakni Bandar Udara Pattimura di Ambon.

Biografi Pattimura : Perjuangan

Perlawanan Pattimura
picodio.com

Pada tahun 1816, Inggris menyerahkan kekuasaannya pada Belanda. Sebagai pemegang kekuasaan, Belanda lalu membuat bebrapa kebijakan yang sangat merugikan rakyat Maluku. Kebijakan tersebut diantaranya, politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk dan pelayaran Hongi (Hongi Tochten). Dan yang parah adalah Belanda melanggar Traktat London I yang salah satu isinya dalam pasal 11 “Bahwa Residen Inggris di Ambon harus memusyawarahkan terlebih dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubernur”

Dalam Traktat tersebut juga mengatur tentang jika pemerintahan Inggris berakhir maka semua serdadu Ambon harus dibebaskan, yang artinya mereka diberi kebebasan apakah akan masuk ke dinas militer baru atau keluar.

Namun pada prakteknya semua serdadu dipaksa untuk masuk ke dinas militer baru, yaitu Belanda. Hal ini yang akhirnya membuat rakyat marah.

Pada tahun 1817 di bawah pimpinan Kapitan Pattimura, rakyat Maluku mengangkat senjata melawan Belanda. Hal ini dikarenakan keadaan ekonomi, politik dan hubungan dengan masyarakat yang buruk selama hampir dua abad.

Para raja, Kapitan dan Tetua Adat serta rakyat Maluku mengangkat Pattimura sebagai pemimpin dikarenakan beliau memiliki pengalaman serta sifat-sifat ksatria yang ada dalam diri Pattimura.

Kecakapannya dalam mengatur strategi perang membuat Kapitan Pattimura disegani banyak Raja dan juga rakyat. Dalam memperjuangkan rakyatnya dari penjajahan Belanda, Kapitan Pattimura banyak berkolaborasi dengan raja-raja lain, seperti Raja Tidore dan Ternate, Raja-raja di Bali, Jawa dan Sulawesi.

Pihak Belanda dalam membendung perlawanan Pattimura menggunakan kekuatan militer yang besar, bahkan mereka mengirimkan Laksamana Buykes, yaitu seorang Komjen untuk menghalangi Kapitan Pattimura.

Kapitan Pattimura tentu tidak sendirian dalam mengatur strategi perangnya, beliau dibantu oleh Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Ulupaha dan Pjilip Latumahina.

Perlawan-perlawanan yang dilakukan Pattimura antara lain merebut Benteng belanda Duurstede, perlawanan di Pantai Waisisil dan Jazirah Hatawano, Ouw-Ullath dan Jazirah hitu di Ambon dan Seram Selatan.