9 Macam Kecerdasan Majemuk Anak yang Perlu Setiap Orang Tua Ketahui

Cara tradisional mengukur kecerdasan anak adalah dengan memakai tes IQ. Sayangnya, IQ hanya mengukur kemampuan kognitif dan verbal saja. Penelitian terbaru tentang cara kerja otak dan cara belajar tiap orang yang unik telah mengubah pandangan tradisional tersebut. Howard Gardner mengembangkan istilah kecerdasan majemuk (multiple intelligence).

Konsep kecerdasan majemuk memperkenalkan bahwa manusia belajar dan berhasil melalui berbagai kemampuan kecerdasan yang tidak terukur melalui IQ. Menurut Gardner, definisi cerdas adalah “kemampuan memecahkan masalah atau kemampuan berkarya menghasilkan sesuatu berharga.”

Setiap manusia memiliki bakat, cara belajar, dan kemampuan kognitif yang berbeda-beda. Teori Bronfenbrenner mengungkapkan bahwa kemampuan masing-masing orang tergantung latar belakang sosial dan budaya di mana ia dibesarkan.

http://hobart.schoolwires.com/
http://hobart.schoolwires.com/

Gardner membagi kecerdasan menjadi 9 aspek.

  1. Picture smart (kecerdasan spasial)

kemampuan tinggi dalam memvisualisasikan fenomena dalam bentuk gambar. Gemar menggambar, menyenangi warna, garis, membangun balok, dan mampu memberi arah di mana suatu lokasi berada. Para arsitek, pelukis, ahli desain interior, dan pilot memiliki kecerdasan yang tinggi dalam bidang ini.

  1. People smart (kecerdasan interpersonal)

Mudah bergaul dengan orang lain dan senang mencari teman. Senang terlibat dalam kerja kelompok yang melibatkan diskusi. Anak-anak yang cerdas dalam bidang ini biasanya mampu membaca perasaan orang lain melalui nada bicara, gerak tubuh, dan ekspresi wajah. Biasanya anak-anak ini juga mudah menyelesaikan konflik dengan orang lain.

  1. Body smart (kecerdasan kinestetik)

Cepat mempelajari dan menguasai kegiatan-kegiatan yang melibatkan fisik, baik motorik kasar maupun halus. Kemampuan dalam menggunakan seluruh anggota tubuhnya dalam pekerjaa, pemecahan masalah, keterampilan tangan, jari, atau lengan dalam memproduksi sesuatu. Atlet, pemain film atau drama, penari, penyulam memiliki kecerdasan yang satu ini.

  1. Word smart (kecerdasan bahasa)

Sangat mampu mengekspresikan pikirannya secara verbal, mudah mengingat nama, dan mampu menulis dengan baik. Anak-anak dengan kecerdasan bahasa banyak mengajukan pertanyaan dan senang berdiskusi.

  1. Self smart (kecerdasan intrapersonal, mengenal diri sendiri)

Mudah mengenali perasaan diri. dapat menghayati puisi, drama, bermeditasi, menulis jurnal, dan bercerita.

  1. Sound smart (kecerdasan musik)

Sangat sensitif terhadap bermacam  bunyi dan cepat mempelajari  berbagai jenis music, lagu, dan alat-alat musik.

  1. Nature smart (kecerdasan mempelajari alam)

Cepat mempelajari fenomena alam, biologi, mengamati dan mebaca kehidupan tumbuhan, binatang, serta gemar akan kegiatan pecinta alam.

  1. Number smart (kecerdasan logika-matematika)

Cepat mempelajari angka, mengelompokkan, membuat hipotesis, dan berpikir logis lainnya. Ilmuwan, filsuf, ahli matematika, dan computer programmer memiliki kecerdasan dalam bidang ini.

  1. Spiritual smart (kecerdasan spiritual)

Kemampuan berpikir dalam tentang makna hidup, mempertanyakan “kenapa kita hidup,” “mengapa kita akan mati,” dan kemampuan menyadari adanya keterkaitan antara dirinya sendiri dengan manusia lain dan lingkungannya.

Setiap anak bisa memiliki salah satu atau lebih dari kecerdasan di atas. Sistem pendidikan tradisional biasanya hanya terfokus pada peningkatan kecerdasan logika-matematika, bahasa, dan spasial saja.

Menurut Gardner, setiap orang pasti cerdas dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya, seorang buruh yang terampil dalam menggunakan anggota tubuhnya untuk memproduksi barang yang berkualitas, pasti mempunyai kecerdasan body kinesthetic yang bagus.

Sistem pendidikan di Indonesia umumnya mengukur dari kecerdasan IQ (yang hanya mencakup 2 atau 3 aspek kecerdasan) sehingga anak-anak yang memiliki kecerdasan di bidang lainnya tidak dapat berkembang secara optimal. Anak-anak ini cenderung tidak dihargai atau dicap “bodoh” oleh sistem pendidikan yang ada.

Dampaknya mereka tidak memiliki kecerdasan dalam bidang lainnya, rasa percaya dirinya tidak berkembang, dan tidak merasa bangga akan kemampuannya. Akhirnya kreativitas dan keinginan untuk terus mengembangkan kemampuannya tidak berkembang baik. Untuk bisa menerapkan kecerdasan majemuk dalam sistem pendidikan

Diambil dari buku Pendidikan yang Patut dan Menyenangkan karya Ratna Megawangi